Kenali 4 Risiko Atonia Uteri agar Cepat Mendapat Pertolongan

calendar icon

22 Feb 2021

author icon

Ika

category icon

Kenali 4 Risiko Atonia Uteri agar Cepat Mendapat Pertolongan

Dalam persalinan, Moms turut melahirkan plasenta yang menyusul kelahiran Si Kecil. Itulah mengapa otot rahim seharusnya berkontraksi untuk mengeluarkan plasenta dari dalam rahim. Kontraksi ini wajar terjadi untuk menekan pembuluh darah dan mencegah terjadinya perdarahan. Namun apabila yang terjadi justru tidak cukup kuat kontraksi, pembuluh darah pun akan mengeluarkan banyak darah dan mengakibatkan perdarahan. Kondisi ini dikenal sebagai atonia uteri atau uterine atony. Siapa sangka, kondisi ini ternyata bisa fatal dan membahayakan nyawa ibu bila terjadi.

Pada proses atonia uteri, otot rahim seharusnya berkontraksi menekan pembuluh darah dan mengurangi aliran darah. Hal ini pada akhirnya membantu pembekuan darah dan mencegah perdarahan terjadi. Namun apabila yang terjadi justru otot rahim gagal berkontraksi alias atonia uteri, darah terus mengalir keluar dan terjadilah perdarahan.

Kondisi ini ternyata juga sangat diwaspadai karena sekitar 75%-80% pendarahan pasca persalinan terjadi akibat kondisi ini.

Gejala Atonia Uteri

Gagalnya rahim berkonstrasi ini, biasanya ditandai dengan beberapa gejala seperti meningkatnya detak jantung, menurunnya tekanan darah, nyeri punggung, dan keluar darah yang sangat banyak setelah bayi dilahirkan, serta rasa nyeri dan pembengkakan vagina. Dalam beberapa kasus, kondisi semacam ini turut mengkhawatirkan. Tidak heran dokter harus segera menangani agar tidak membahayakan ibu seusai persalinan.

Penyebab Atonia Uteri

Ada berbagai penyebab yang mendasari rahim gagal kontraksi setelah melahirkan alias atonia uteri. Beragam penyebab atonia uteri antara lain, waktu melahirkan yang panjang atau terlalu lama namun bisa juga terjadi bila waktu melahirkan yang terlalu cepat. Atonia uteri juga bisa terjadi bila rahim yang meregang terlalu besar dan penggunaan oksitosin atau anestesi umum selama melahirkan, serta pemberian induksi persalinan.

Di sisi lain, atonia uteri juga bisa terjadi pada kehamilan kembar, ukuran bayi yang terlalu besar, ibu hamil dengan usia di atas 35 tahun, ibu mengalami obesitas, sudah mengalami persalinan beberapa kali, dan pernah mengalami proses pesalinan yang macet.

Oleh sebab itu, menjelang hari-H persalinan, pastikan ibu sudah merapikan berbagai persiapan serta perlengkapan melahirkan. Baik untuk Moms sendiri, bayi serta ayah. Jadi, bila tanda-tanda melahirkan sudah muncul, ibu bisa bergegas untuk pergi ke rumah sakit dengan membawa seluruh perlengkapan yang dibutuhkan.

Tanda-tanda persalinan akan tiba umumnya meliputi munculnya kontraksi asli persalinan, air ketuban pecah, hingga pembukaan lahiran. Namun, usahakan ibu tidak keliru dalam membedakan kontraksi asli dan kontraksi palsu melahirkan.

Atonia uteri didiagnosis ketika rahim tampak lunak, rileks, dan ada kelebihan pendarahan pasca melahirkan bayi. Dokter mungkin dapat memperkirakan kehilangan darah dengan menghitung jumlah pembalut yang digunakan.

Pemeriksaan fisik oleh dokter juga akan membantu mengesampingkan penyebab lain dari pendarahan seperti robekan pada serviks. Oleh sebab itu, informasi seperti hitungan denyut nadi, tekanan darah, hitungan sel darah merah dan faktor-faktor pembekuan darah pun harus terus dipantau.

Risiko Atonia Uteri

Beberapa risiko bisa dihadapi ibu melahirkan jika mengalami atonia uteri seperti:

· Moms akan merasa sangat lelah sehingga butuh penanganan ekstra

· Moms berpotensi lebih tinggi mengalami anemia usai persalinan yang sangat mungkin menyebabkan depresi

· Moms berpotensi mengalami hipotensi ortostastik dengan beberapa gejala seperti pusing karena tekanan darah yang rendah

· Moms juga bisa saja mengakami syok hipovolemik, atau syok karena kurangnya volume darah di dalam tubuh hingga kematian.

Pertolongan

Saat Moms mengalami atonia uteri, tindakan pertama yang perlu dilakukan yakni menghentikan pendarahan dan mengganti darah yang telah hilang. Umumnya Moms akan diberikan cairan infus intravena (IV) dan transfusi darah jika perlu. Perawatan lain termasuk pijat rahim, yakni dokter menempatkan satu tangan di vagina untuk mendorong rahim dengan tangan lainnya di atas dinding perut menekan rahim.  Obat-obatan juga mungkin akan diberikan, termasuk seperti oksitosin, metilergonovin, dan prostaglandin.

Dalam kasus tertentu dengan tingkat keparahan tertentu, tindakan lain yang mungkin juga akan dilakukan yakni operasi untuk mengikat pembuluh darah. Bisa juga dilakukan embolisasi arteri uteri atau uterine artery embolization, yakni dengan menyuntikkan partikel kecil ke dalam arteri uteri untuk menghambat aliran darah ke rahim.


Bagikan Artikel


Artikel Terkait

Shop at MOOIMOM