23 Feb 2021
Ika
Persalinan
Persalinan
Plasenta akreta merupakan kondisi saat pembuluh darah plasenta (ari-ari) atau bagian-bagian lain dari plasenta tumbuh terlalu dalam pada dinding rahim. Plasenta akreta merupakan masalah kehamilan serius karena bisa membahayakan nyawa penderita.
Setelah seorang wanita melahirkan, plasenta yang normal biasanya akan terlepas dari dinding rahim. Namun pada plasenta akreta, sebagian atau seluruh plasenta tetap melekat erat pada dinding rahim. Kondisi ini sangat berisiko menyebabkan perdarahan yang hebat pascamelahirkan.
Penyebab Plasenta Akreta
Hingga saat ini belum diketahui secara pasti penyebab plasenta akreta. Namun, kondisi ini diduga berkaitan dengan terjadinya plasenta previa atau bekas operasi caesar pada persalinan sebelumnya. Plasenta akreta terjadi pada sekitar 5% hingga 10% wanita dengan plasenta previa, dan pada sekitar 60% wanita yang pernah beberapa kali menjalani operasi caesar.
Selain itu, penyimpangan rahim juga diduga menjadi salah satu penyebab plasenta akreta. Tidak cuma itu, tingginya kadar protein alpha-fetoprotein (AFP) yang dihasilkan janin yang dapat terdeteksi dari darah perempuan hamil juga ditengarai dapat memicu terjadinya plasenta akreta.
Hal lain yang juga meningkatkan risiko mengalami plasenta akreta adalah ibu hamil menderita plasenta previa. Plasenta previa adalah saat plasenta menutupi serviks, hal ini juga diduga dapat meningkatkan risiko plasenta akreta. Bukan cuma itu, ibu hamil yang memiliki fibroid di bawah lapisan rahim atau endometrium juga berisiko untuk mengalami plasenta akreta.
Kondisi lainnya yang bisa menyebabkan plasenta akreta adalah Moms pernah menjalani operasi pada rahim, termasuk pengangkatan fibroid, atau kuret setelah keguguran. Kelainan pada lapisan rahim seperti sindrom asherman juga dapat meningkatkan risiko mengalami plasenta akreta.
Gejala Plasenta Akreta
Saat kehamilan berlangsung, plasenta akreta umumnya tidak menimbulkan gejala atau tidak memiliki tanda-tanda yang bisa dilihat secara kasat mata. Sering kali kondisi ini terdeteksi oleh dokter ketika melakukan pemeriksaan USG saat konsultasi kehamilan. Namun pada sebagian kasus, plasenta akreta dapat menyebabkan perdarahan dari vagina di minggu ke-28 sampai ke-40 masa kehamilan (trimester ketiga).
Tingkat keparahan plasenta akreta ditentukan berdasarkan seberapa lekat plasenta terhadap dinding rahim. Kasus yang paling sering terjadi adalah saat plasenta tumbuh terlalu dalam pada dinding rahim. Kondisi lebih parah, yang disebut plasenta inkreta, terjadi jika plasenta berada semakin dalam pada dinding rahim hingga mencapai otot rahim. Pada kasus yang jarang terjadi, plasenta dapat menembus seluruh dinding rahim hingga melekat pada organ lain, seperti kandung kemih. Kondisi ini disebut plasenta perkreta.
Komplikasi Plasenta Akreta
Komplikasi serius dapat terjadi setelah persalinan, baik dengan histerektomi maupun tidak. Komplikasi pada operasi yang masih menyisakan sebagian besar plasenta, dapat terjadi infeksi, perdarahan yang membahayakan nyawa, emboli paru atau penyumbatan dari gumpalan darah yang terlepas dan menyumbat pada arteri paru-paru. Komplikasi juga dapat terjadi pada kehamilan berikutnya, yaitu keguguran, plasenta akreta terjadi kembali, atau kelahiran prematur.
Di sisi lain, operasi caesar dengan histerektomi juga dapat menimbulkan komplikasi berupa infeksi luka operasi, reaksi alergi terhadap obat bius, serta terbentuknya gumpalan darah. Komplikasi lain yang dapat terjadi akibat plasenta akreta adalah kerusakan organ, seperti paru-paru akibat acute respiratory distress syndrome, atau ginjal akibat gagal ginjal.
Penanganan Plasenta Akreta
Begitu seorang ibu hamil terdiagnosis plasenta akreta, maka dokter akan mengamati kondisi perkembangan kehamilan dan merencanakan waktu persalinan dengan berbagai persiapan untuk kondisi darurat, guna memastikan persalinan berjalan dengan aman. Jika terjadi perdarahan pada trimester ketiga, dokter akan menganjurkan pada pasien agar istirahat total dan menjalani perawatan di rumah sakit.
Persalinan akan dilakukan secara operasi caesar. Operasi ini dibuat berdasarkan kesepakatan pasien dengan dokter mengingat kondisi pasien dan risiko perdarahan pasca persalinan.
Bagi penderita yang ingin memiliki anak kembali atau kondisi plasenta akreta belum terlalu parah, maka operasi dapat dilakukan dengan mempertahankan keberadaan rahim. Namun perlu diingat bahwa tindakan operasi caesar dengan memisahkan plasenta dari dinding rahim sendiri berisiko menimbulkan perdarahan hebat yang dapat membahayakan nyawa. Selain itu, operasi dengan meninggalkan sebagian besar plasenta guna mempertahankan rahim akan mengakibatkan risiko terjadinya komplikasi serius.
Pilihan lain yang dapat dilakukan adalah operasi caesar yang diikuti histerektomi (operasi pengangkatan rahim) untuk mencegah kehilangan darah yang banyak akibat tindakan memisahkan plasenta dari dinding rahim. Operasi caesar dan histerektomi ini juga perlu dilakukan bagi penderita plasenta akreta yang sudah parah dan meluas.
Histerektomi juga dianjurkan dokter tatkala terjadi perdarahan kembali setelah operasi caesar yang masih menyisakan sebagian besar plasenta. Pasca penanganan yang tepat, penderita biasanya dapat pulih kembali tanpa menimbulkan komplikasi jangka panjang.
Bagikan Artikel
Shop at MOOIMOM