08 Nov 2019
anisyukur
Trimester Pertama
Trimester Pertama
Selama masa kehamilan, para Moms dianjurkan untuk melakukan prosedur prenatal screening test. Prenatal screening test atau tes skrining saat hamil adalah seperangkat prosedur yang dilakukan selama masa kehamilan untuk menentukan apakah bayi cenderung memiliki kelainan atau cacat lahir tertentu. Selain itu, Apabila Moms bekerja saat hamil, Moms perlu memperhatikan ini untuk memastikan bayi tetap sehat.
Tes ini tentu saja sangat membantu Moms, karena jika terjadi sesuatu yang berakibat adanya kondisi tertentu pada janin screening test ini sangat membantu. Terlebih bila Moms merupakan Moms yang cukup aktif. Lantas prosedur apa saja yang harus dijalani dan kapan harus dijalankan? Yuk simak ulasan berikut!
Tes skrining trimester pertama bisa dimulai sejak kehamilan 10 minggu, yang merupakan kombinasi antara ultrasonografi (USG) janin dan tes darah ibu.
Tes ini dilakukan untuk menentukan ukuran dan posisi bayi. Selain itu juga membantu menentukan adanya risiko janin mengalami cacat lahir, dengan mengamati struktur tulang dan organ bayi. USG nuchal translucency (NT) adalah pengukuran peningkatan atau ketebalan cairan di bagian belakang leher janin pada usia kehamilan 11-14 minggu dengan USG. Bila ada cairan lebih banyak dari biasanya, berarti ada risiko Down syndrome pada bayi yang lebih tinggi.
Selama trimester pertama, dilakukan dua jenis tes serum darah ibu, yaitu Pregnancy-associated plasma protein (PAPP-A) dan hormon hCG (Human chorionic gonadotropin). Ini merupakan protein dan hormon yang diproduksi oleh plasenta pada awal kehamilan. Jika hasilnya tidak normal, berarti ada peningkatan risiko kelainan kromosom.
Tes darah juga dilakukan untuk mengetahui adanya penyakit menular pada bayi, atau disebut dengan tes TORCH. Tes ini merupakan akronim dari lima jenis infeksi menular yaitu toksoplasmosis, penyakit lain (termasuk HIV, sifilis, dan campak), rubella (campak Jerman), sitomegalovirus, dan herpes simplex. Selain itu, tes darah juga akan digunakan untuk menentukan golongan darah dan Rh (rhesus) Anda, yang menentukan hubungan Rh Anda dengan janin yang sedang tumbuh.
Chorionic villus sampling adalah tes skrining invasif yang dilakukan dengan mengambil potongan kecil dari plasenta. Tes ini biasanya dilakukan antara minggu ke 10 dan 12 kehamilan. Tes ini biasanya merupakan tes lanjutan dari USG NT dan tes darah yang tidak normal. Tes ini dilakukan untuk lebih memastikan adanya kelainan genetik pada janin seperti Down syndrome.
Tes darah saat hamil trimester kedua mencakup beberapa tes darah yang disebut multiple markers. Tes ini dilakukan untuk mengetahui adanya risiko cacat lahir atau kelainan genetik pada bayi. Tes ini sebaiknya dilakukan pada minggu ke 16 sampai 18 kehamilan. Tes darah tersebut meliputi:
Kadar alpha-fetoprotein (AFP). Ini adalah protein yang biasanya diproduksi oleh hati janin dan terdapat dalam cairan yang mengelilingi janin (cairan amnion atau ketuban), dan menyilang plasenta ke dalam darah ibu. Tingkat AFP yang tidak normal mungkin meningkatkan risiko seperti spina bifida, sindrom Down atau kelainan kromosom lainnya, cacat di perut janin, dan kembar.
Kadar hormon yang diproduksi plasenta, antara lain hCG, estriol, dan inhibun.
Tes gula darah digunakan untuk mendiagnosis diabetes gestasional. Ini merupakan kondisi yang bisa berkembang selama kehamilan. Kondisi ini dapat meningkatkan kelahiran secara caesar karena bayi dari ibu dengan diabetes gestasional biasanya memiliki ukuran yang lebih besar.Tes ini juga bisa dilakukan setelah hamil jika wanita memiliki kadar gula darah tinggi selama kehamilan. Atau jika Anda memiliki kadar gula darah rendah setelah melahirkan.
Ini merupakan serangkaian tes yang dilakukan setelah Anda minum cairan manis yang mengandung gula. Jika Anda positif memiliki diabetes gestasional, Anda memiliki risiko diabetes yang lebih tinggi dalam 10 tahun berikutnya, dan Anda harus mendapatkan tes lagi setelah kehamilan.
Selama amniosentesis, cairan ketuban dikeluarkan dari rahim untuk diuji. Ini berisi sel janin dengan susunan genetik yang sama seperti bayi, serta berbagai bahan kimia yang diproduksi oleh tubuh bayi. Ada beberapa jenis amniosentesis. Tes amniosentesis genetik untuk kelainan genetik, misalnya spina bifida. Tes ini biasanya dilakukan setelah minggu ke 15 kehamilan. Tes ini dianjurkan jika:
Skrining tes saat hamil menunjukkan hasil yang tidak normal.
Memiliki kelainan kromosom selama kehamilan sebelumnya.
Ibu hamil berusia 35 tahun atau lebih.
Memiliki riwayat keluarga dengan kelainan genetik tertentu.
Strepococcus Group B (GBS) adalah kelompok bakteri yang dapat menyebabkan infeksi serius pada ibu hamil dan bayi yang baru lahir. GBS pada wanita sehat sering ditemukan di daerah mulut, tenggorokan, saluran pencernaan, dan vagina.
GBS di vagina umumnya tidak berbahaya bagi wanita terlepas dari sedang hamil atau tidaknya. Namun, bisa sangat berbahaya bagi bayi yang baru lahir yang belum memiliki sistem kekebalan tubuh yang kuat. GBS dapat menyebabkan infeksi serius pada bayi yang terinfeksi saat lahir.
Tes ini dilakukan dengan mengusap vagina dan rektum ibu hamil pada usia kehamilan ke 35 sampai 37 minggu. Jika hasil skrining GBS positif, Anda akan diberikan antibiotik saat dalam proses persalinan untuk mengurangi risiko bayi terkena infeksi GBS.
Itu dia screening yang perlu dilakukan oleh Ibu hamil karena sangat penting untuk kesehatan Ibu dan memantau perkembangan janin!
Bagikan Artikel
Shop at MOOIMOM