Meredam Dampak Stunting pada Anak, Moms Perlu Lakukan Intervensi

calendar icon

14 Feb 2021

author icon

Ika

category icon

Meredam Dampak Stunting pada Anak, Moms Perlu Lakukan Intervensi

Moms mungkin beranggapan Si Kecil lebih pendek dari anak-anak seusianya karena faktor genetik. Anggapan tersebut mungkin benar, karena faktor genetik memang berpengaruh pada tinggi badan anak. Namun, pengaruhnya hanya sekitar 10 persen. Pengaruh lebih besar didapat dari faktor lingkungan, yakni pemberian asupan gizi selama 1000 hari pertama kehidupan bayi. Anak yang kekurangan gizi kronis sehingga terlalu pendek untuk seusianya disebut stunting.

Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak bayi di bawah lima tahun (balita). Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), anak dikatakan stunting jika tinggi badan menurut usianya di bawah minus 2 standar deviasi dari median Standar Pertumbuhan Anak WHO. Kekurangan gizi ini terjadi sejak bayi masih dalam kandungan, serta pada masa awal bayi dilahirkan. Sayangnya, kondisi anak stunting baru nampak setelah bayi berusia 2 tahun.

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar atau Riskesdas Kementerian Kesehatan di tahun 2018, sebelum pandemi tercatat sebanyak 8,9 juta balita dari populasi 23 juta balita di Indonesia mengalami stunting. Angka stunting Indonesia berada di urutan ke-5 dunia. Prevalensi balita stunting di Indonesia pada 2018 yakni 30,8 persen.

Jumlah yang masih jauh dari nilai standard WHO yang seharusnya dibawah 20 persen. Anak dengan stunting umumnya rentan terhadap penyakit, memiliki tingkat kecerdasan tidak maksimal, serta di masa depan dapat berisiko pada menurunnya tingkat produktivitas.

Sebagai orang tua, Moms dapat melihat bahwa bahaya stunting merupakan persoalan serius. Untuk itu, Moms perlu membekali diri dengan pengetahuan dan persiapan selama menjalani kehamilan sampai melahirkan dan merawat bayi. Moms perlu mengenali beberapa ciri-ciri anak stunting, sebagai berikut:

  • Bila anak diukur tingginya, lalu dibandingkan dengan ukuran standar, hasil pengukuran berada di bawah ukuran normal.
  • Pertumbuhan gigi anak melambat.
  • Wajah tampak lebih muda dari anak seusianya.
  • Pertumbuhan tulang melambat.
  • Berat badan balita cenderung turun.
  • Perkembangan tubuh anak terhambat, seperti telat menstruasi pada anak perempuan.
  • Anak mudah terserang infeksi.
  • Pada usia 8-10 tahun mengalami performa buruk pada kemampuan fokus dan memori belajar.

Dampak Stunting

            Stunting adalah kondisi gagal tumbuh sebagai akibat akumulasi tidak cukupnya gizi selama 1000 hari pertama kehidupan, atau dari bayi di kandungan hingga 24 bulan. Kondisi ini tidak saja berdampak pada fisik, namun juga perkembangan otak anak. Apa saja dampak bahaya stunting?

  1. Dampak jangka pendek dari stunting, antara lain, bayi atau anak mudah sakit, anak mengalami gangguan pertumbuhan fisik. Gangguan pertumbuhan ini tampak dari postur tubuhnya tidak maksimal saat dewasa. Anak stunting juga mengalami keterlambatan perkembangan. Selain itu, anak stunting mengalami gangguan metabolisme pada tubuh.
  2. Dampak jangka panjang yang dapat ditimbulkan dari stunting adalah menurunnya kemampuan kognitif dan prestasi belajar. Stunting memiliki dampak terhadap menurunnya intelektualitas dan kemampuan kognitif anak. Stunting berhubungan dengan perkembangan kognitif yang terlihat pada kemampuan aritmatika, mengeja, membaca kata dan membaca komprehensif sehingga anak stunting mencapai pendidikan lebih rendah jika dibandingkan dengan anak-anak normal. Anak stunting mengalami kekebalan tubuh yang menurun sehingga mudah sakit, dan risiko tinggi untuk munculnya penyakit diabetes, kegemukan, penyakit jantung dan pembuluh darah, kanker, stroke, dan disabilitas pada usia tua.

Baca juga: Mencerdaskan Bayi sejak dalam Kandungan, Simak Tips dan Faktanya

Meskipun demikian, stunting dapat dicegah sejak dini melalui intervensi yang ditujukan kepada ibu hamil dan bayi usia 0 hingga 24 bulan. Adapun intervensinya, sebagai berikut:

  1. Untuk mengatasi kekurangan zat besi dan asam folat, ibu hamil mendapat tablet penambah darah. Minimal 90 tablet selama kehamilan.
  2. Memberikan makanan tambahan pada ibu hamil untuk mengatasi kekurangan energi dan protein kronis.
  3. Pemenuhan gizi bagi ibu hamil.
  4. Persalinan dengan dokter atau bidan yang ahli.
  5. Mendorong Inisiasi Menyusui Dini atau IMD.
  6. Memberikan ASI eksklusif kepada bayi dari usia 0 hinggga 6 bulan.
  7. Memberikan Makanan Pendamping ASI atau MPASI untuk bayi di atas 6 bulan hingga 2 tahun.
  8. Memberikan imunisasi dasar lengkap dan vitamin A.
  9. Memantau pertumbuhan balita di Posyandu terdekat.
  10. Lakukan perilaku hidup bersih dan sehat.

Bagikan Artikel


Artikel Terkait

Shop at MOOIMOM