29 Jan 2022
Anggraini Nurul F
0-6 bulan
0-6 bulan
Moms ketahui bahwa tedak siten adalah salah satu tradisi dalam adat dan budaya Jawa yang bertujuan agar anak dapat tumbuh dan berkembang menjadi sosok sukses di masa depan.
Dengan restu dari Tuhan maupun bimbingan dari kedua orang tuanya.
Tradisi tedak siten ini sebenarnya sudah diselenggarakan sejak dahulu kala hingga kini sudah turun-temurun.
Selain menggambarkan doa dan harapan dari orang tua kepada buah hatinya, tradisi tedak siten ini juga dapat dimaknai sebagai bentuk rasa syukur atas karunia Tuhan karena telah diberi keturunan.
Mengutip Joglo Semar, tedak berarti "melangkah", dan "siten" berasal dari kata siti yang artinya "tanah atau bumi". Jadi, tedak siten memiliki makna "melangkah di bumi".
Upacara ini menggambarkan kesiapan seorang anak untuk menghadapi kehidupan yang sukses di masa depan, dengan berkah Tuhan dan bimbingan dari orang tua, sejak masa kecilnya.
Upacara tedak siten dilakukan ketika seorang anak perempuan atau laki-laki berusia 7 lapan karena 1 lapan sama dengan 35 hari, jadi umur anak saat mengadakan tedak siten berusia 245 hari (7 x 35 = 245 hari).
Hal ini karena pada usia ini, perkembangan anak sudah berada pada tahap berdiri, dan di momen ini kaki anak sudah bisa menginjak tanah.
Perlu diketahui juga bahwa ada lima hari Pasaran (pasar) dalam satu Selapan: Legi, Pahing, Pon, Wage, dan Kliwon. Oleh karena itu, setiap hari diberi nama berbeda dalam satu periode Selapan.
Satu periode dari Minggu Legi hingga Sabtu Kliwon adalah 35 hari. Itu namanya Weton dalam bahasa Jawa. Bagi orang Jawa, mengetahui hari Pasaran atau weton adalah sesuatu hal yang penting.
Biasanya, tedak siten harus diselenggarakan pada pagi hari, di halaman depan rumah.
Tedak siten menggunakan sajen atau persembahan yang melambangkan permintaan dan doa kepada Tuhan untuk menerima berkah dan perlindungan, berkah dari para leluhur, serta memerangi perbuatan jahat dari manusia dan roh jahat.
Sebelum masuk ke proses acara, pihak orang tua yang hendak mengadakan tedak siten membutuhkan peralatan yang diperlukan, yaitu:
Setelah semua kebutuhan telah disiapkan, keluarga (orang tua, anak, kerabat) dan undangan berkumpul di tempat upacara. Langkah-langkah ritual harus sebagai berikut:
Anak dipandu untuk berjalan di atas jenang 7 warna yang berbeda (merah, putih, jingga, kuning, hijau, biru, dan ungu) yang terbuat dari beras ketan.
Ritual ini melambangkan bahwa di masa depan, anak harus bisa mengatasi semua hambatan dalam hidup.
Sementara dilansir dari malangvoice, Budayawan Jawa, Suryadi atau yang lebih dikenal dengan Ki Suryo menjelaskan bahwa “Maknanya, hidup berawal dari yang gelap dan berakhir dengan terang.”
Anak selanjutnya dibimbing untuk menginjak tangga yang terbuat dari tebu "Arjuna" dan kemudian turun. Tebu merupakan singkatan dari Antebing Kalbu.
Diharapkan ke depannya, anak itu berperilaku seperti Arjuna, yang merupakan seorang pejuang sejati. Diharapkan anak bisa berjalan dalam kehidupan dengan tekad dan penuh percaya diri seperti Arjuna yang heroik.
Usai menginjak tangga dari tebu, selanjutnya anak dipandu dua langkah dan diletakkan di atas tumpukan pasir. Anak harus melakukan "Ceker-Ceker", yaitu ia bermain pasir dengan kedua kaki.
Dalam bahasa Jawa, ritual ini memiliki makna bahwa ceker-ceker tersebut artinya bekerja dan mendapatkan sesuatu untuk memenuhi kebutuhannya.
Selanjutnya, sang anak kembali dipandu untuk memasuki kandang ayam yang didekorasi. Di dalam kandang, ada beberapa barang, seperti buku tulis, perhiasan, aksesoris emas, kalung, gelang, beras, kapas dan barang-barang bermanfaat lainnya.
Di tahap ini, anak akan memilih barang yang disediakan di kandang ayam tersebut.
Jika misalnya, anak bermain dengan buku tulis, mungkin dia harus bekerja di kantor atau menjadi profesor. Bila anak memilih perhiasan, mungkin anak itu haruslah menjadi orang kaya.
Semua simbol profesi ada di kurungan menjadi semacam penuntun bagi bayi dalam memilih pekerjaan nanti. Sementara kandang ayam tersebut memiliki makna bahwa ketika anak telah memasuki kehidupan, dia harus dijaga oleh hal-hal baik.
Sementara itu, ayah dan kakek anak tersebut menyebarkan "udik-udik", yang merupakan koin-koin dan bunga.
Diharapkan, bahwa anak harus memiliki cara mudah untuk mencari nafkah dan harus bermurah hati dengan membantu orang lain.
Selanjutnya, anak harus dimandikan atau dibersihkan dengan bunga Sritaman.
Air mandi ini terdiri dari bunga mawar, melati, magnolia dan kenanga.
Dikutip dari javaans.be, ritual ini melambangkan harapan bahwa bayi akan membawa rasa hormat, kehormatan, dan ketenaran bagi keluarga.
Usai menjalani semua ritual, anak itu dipakaikan pakaian rapi yang indah dan baru.
Ini menggambarkan bahwa ia harus selalu memiliki kehidupan yang baik dan makmur, dan dapat membuat orang tuanya hidup bahagia.
Bagikan Artikel
Shop at MOOIMOM