23 Feb 2021
Ika
Melahirkan memiliki risiko yang besar terhadap perempuan. Salah satu risikonya adalah retensio plasenta. Ketika retensio plasenta terjadi, ari-ari tertahan di dalam rahim. Kondisi ini sangat berbahaya, serta dapat menyebabkan infeksi dan perdarahan pascamelahirkan yang mengakibatkan kematian.
Tidak banyak perempuan yang tahu kalau persalinan terbagi tiga tahap, dan retensio bisa terjadi pada tahap ketiga persalinan. Tahap pertama persalinan adalah ibu hamil akan mengalami kontraksi, yang memicu pembukaan pada leher rahim. Kemudian, ibu hamil memasuki tahap kedua atau proses persalinan.
Pada tahap ini, ibu mulai mendorong bayi keluar. Setelah bayi lahir, plasenta akan keluar beberapa menit setelah bayi dilahirkan. Proses keluarnya plasenta ini adalah tahap ketiga atau tahap terakhir. Umumnya persalinan normal akan melalui tiga tahapan tersebut. Akan tetapi pada ibu dengan retensi plasenta, plasenta tidak keluar dari dalam rahim bahkan hingga lewat dari 30 menit.
Plasenta adalah organ yang terbentuk di dalam rahim ketika masa kehamilan dimulai. Organ ini berfungsi sebagai penyedia nutrisi dan oksigen untuk janin, serta membuang limbah sisa metabolisme dari darah.
Gejala Retensio Plasenta
Tertahannya sebagian atau seluruh plasenta di dalam tubuh hingga satu jam setelah proses persalinan usai, merupakan gejala utama retensi plasenta. Bila plasenta masih tertinggal di dalam rahim, gejala lain akan muncul sehari setelah persalinan, seperti perdarahan hebat, nyeri yang berlangsung lama, demam, keluar cairan dan jaringan berbau tidak sedap dari vagina.
Penyebab Retensio Plasenta
Adapun penyebab retensio plasenta karena beberapa jenis, yaitu:
Placenta Adherens
Placenta adherens terjadi ketika rahim tidak cukup kuat berkontraksi dan mengeluarkan plasenta. Kondisi ini disebabkan perlekatan sebagian atau seluruh plasenta pada dinding rahim. Placenta adherens adalah jenis retensi plasenta yang paling umum terjadi.
Plasenta Akreta
Plasenta akreta terjadi ketika plasenta tumbuh terlalu dalam di dinding rahim. Umumnya kondisi ini disebabkan oleh kelainan pada lapisan rahim, akibat menjalani operasi caesar atau operasi rahim.
Trapped Placenta
Trapped placenta adalah kondisi ketika plasenta sudah terlepas dari dinding rahim, tetapi belum keluar dari rahim. Kondisi ini terjadi akibat menutupnya leher rahim (serviks) sebelum plasenta keluar.
Faktor Risiko Retensio Plasenta
Retensio plasenta lebih berisiko dialami oleh ibu dengan beberapa faktor, seperti kehamilan yang terjadi pada usia atas 30 tahun, kelahiran di bawah usia kehamilan 34 minggu (kelahiran prematur), mengalami proses persalinan kala 1 atau kala 2 yang terlalu lama, dan persalinan dengan janin mati dalam kandungan.
Adapun kalau retensio plasenta sampai terjadi memiliki dampak yang cukup berbahaya. Retensi plasenta menyebabkan pembuluh darah yang melekat pada plasenta terus mengalirkan darah. Selain itu, rahim tidak dapat menutup sempurna, sehingga tidak bisa menghentikan perdarahan. Bila plasenta tidak keluar hingga 30 menit setelah persalinan, , akan terjadi perdarahan yang signifikan dan dapat mengancam nyawa pasien.
Pencegahan Retensio Plasenta
Ada beberapa hal yang biasanya akan direkomendasikan oleh dokter untuk mencegah retensi plasenta, yaitu: pemberian obat-obatan seperti oksitosin, untuk merangsang kontraksi rahim dan mengeluarkan plasenta, menjalankan prosedur controlled cord traction (CCT) setelah plasenta terlepas dari rahim, dan melakukan pijatan ringan di area rahim sesudah bayi lahir, untuk mengembalikan ukuran rahim, merangsang kontraksi, dan membantu menghentikan perdarahan.
Pengobatan Retensi Plasenta
Di sisi lain, kalau sampai terjadi retensi plasenta maka dokter akan melakukan penanganan. Penanganan retensi plasenta bertujuan untuk mengeluarkan plasenta dari dalam rahim, menggunakan sejumlah metode antara lain:
· Mengeluarkan plasenta dari rahim menggunakan tangan. Prosedur ini harus dilakukan dengan hati-hati, karena dapat meningkatkan risiko infeksi.
· Menggunakan obat-obatan. Beberapa obat bentuk suntik seperti ergometerine, methylergometrine atau oksitosin, dapat digunakan untuk membuat rahim berkontraksi, sehingga bisa mengeluarkan plasenta.
· Dokter akan menyarankan pasien untuk sering berkemih. Hal ini karena kandung kemih yang penuh dapat mencegah keluarnya plasenta.
· Dokter juga akan menyarankan pasien agar segera menyusui, untuk memicu pelepasan hormon yang dapat meningkatkan kontraksi rahim dan membantu plasenta keluar.
Bagikan Artikel
Shop at MOOIMOM